TRIBUNPEKANBARU.COM- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan lima kejanggalan dalam penanganan terduga teroris di Ciputat.
Tindakan Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri (Densus 88) yang menembak mati 6 terduga teroris di lokasi pun dipertanyakan. Kontras menilai tindakan tersebut tidak wajar dan mengandung unsur-unsur pelanggaran prosedur hukum serta hak asasi manusia, termasuk hak asasi warga sekitar.
"Terdapat sejumlah keterangan dari pihak Polri yang tidak sesuai dengan gambaran di lapangan," demikian tertulis dalam pernyataan resmi Kontras yang ditandatangani Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar, Minggu (5/1/13).
Berikut lima butir temuan Kontras yang masih dipertanyakan.
Pertama, menurut informasi dari seorang warga sekitar yang tidak mau disebutkan bahwa sejak tiga bulan lalu orang-orang yang diduga intel sering berkeliaran di sekitar lokasi. Intensitas mereka meningkat sekitar satu minggu sebelum terjadi penggerebekan.
Pada malam satu hari sebelum terjadi penggerebekan, dua orang yang diduga intel juga sempat mendatangi rumah terduga teroris.
Informasi lain sebagaimana disampaikan warga lainnya bahwa pada hari Senin 30 Desember 2013 sudah ada beberapa mobil mondar-mandir di perkampungannya. Mobil diparkir di lapangan bola yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi penggerebekan.
Dari informasi tersebut, disimpulkan bahwa aparat kepolisian memungkinkan penangkapan dalam keadaan hidup karena sudah memiliki informasi yang cukup, tanpa harus jatuh korban jiwa, kerugian materiil, dan trauma masyarakat. Namun, tindakan tersebut tidak dilakukan.
Kedua, pada 31 Desember 2014, siang hari, sebelum terjadi penggerebekan, aparat kepolisian menyuruh warga menjauh dari lokasi. Sebagian warga meninggalkan lokasi untuk pergi ke rumah-rumah saudaranya, kecuali beberapa orang yang tidak bersedia menghindar lantaran menjaga keluarganya yang sedang sakit.
Pengusiran warga dari lokasi disinyalir sebagai upaya Densus 88 untuk meminimalkan korban di pihak penduduk sekitar, dan hal ini patut diduga sebagai bagian dari mobilisasi terencana untuk penindakan terhadap terduga teroris, yang kemudian berakhir dengan korban jiwa.
Ketiga, penembakan terhadap Hidayat yang diduga sebagai pimpinan teroris Ciputat. Hidayat merupakan terduga pertama yang ditembak di bagian kepala hingga tewas di Gang Hasan, sekitar 200 meter dari rumahnya.
Saat terjadi penembakan, Hidayat sedang mengendarai motor membonceng Irwan (warga) untuk membeli makanan (nasi goreng). Hidayat ditembak tanpa ada perlawanan yang membahayakan aparat.
Namun, menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar, baku tembak terjadi antara anggota Densus 88 dan Hidayat.
Anggota Densus 88 yang sudah menguntit dari belakang dan menyergapnya ditembak oleh Dayat dengan pen gun dalam jarak dekat sehingga anggota Densus tertembak di bagian kaki kiri, tepat di bawah lutut tembus ke paha kanan.
Anggota polisi yang lain sudah siap mengarahkan tembakan ke Dayat yang kemudian mengakibatkan Dayat meninggal.
Boy Rafli Amar juga memberikan keterangan yang berbeda bahwa dua orang dilumpuhkan karena berusaha melarikan diri menggunakan motor Honda Supra B 6516 PGE.
Keempat, beberapa saat setelah penembakan Hidayat, warga berkerumun di lokasi kejadian yang terletak sekitar 200 meter dari rumah yang digerebek. Saat bersamaan, tim Densus menggerebek rumah yang dihuni oleh terduga teroris lainnya.
Rumah terduga berada di depan sebuah mushala, hanya berjarak tiga meter. Di depan rumah terdapat tanah lapang ukuran tiga meter. Rumah tersebut terletak di antara rumah penduduk yang lain, hanya dipisahkan oleh gang kecil. Di belakang rumah, dan samping kiri, terdapat sedikit semak-semak, sementara sebelah kanan tanah kosong.
Dilihat dari posisi rumah, kontak tembak kemungkinan besar terjadi dalam jarak dekat, antara 5 dan 10 meter. Jika benar terjadi kontak senjata sebagaimana disampaikan oleh polisi, maka ada bangunan-bangunan di depan rumah yang terkena tembakan peluru milik terduga teroris.
Namun, sejauh ini tidak ada bekas peluru di bangunan mushala atau rumah warga yang berada di depan rumah terduga. Selain itu, hanya rumah terduga yang ditutup dengan terpal dan garis polisi,sementara lokasi sekitar mushala dan rumah warga tidak diberi garis tersebut. Warga juga dapat mondar-mandir di gang yang berjarak dua atau tiga meter dari rumah terduga.
Klaim bahwa terjadi baku tembak selama 10 jam patut dipertanyakan. Kontras menduga, rumah terduga teroris dikepung dan diberondong peluru serta bom dalam tempo yang cepat. Setelah itu, suara letusan senjata api hanya akal-akalan untuk menciptakan suasana mencekam.
Kelima, keterangan Komisioner Kompolnas Syafriadi Cut Ali yang mengatakan bahwa terduga melempar dua bom keluar, satu meledak, dan satu tidak. Ada pula keterangan Boy Rafli Amar yang mengatakan temuan enam bom rakitan di dalam rumah, dan satu ditemukan sudah meledak. Pernyataan tersebut kontradiktif.
Jika mengacu ke pernyataan Syafriadi, maka artinya ada bekas ledakan bom di luar rumah, ada bangunan yang rusak, dan tentunya ada aparat yang terkena serpihan bom.
Namun sebagaimana diuraikan pada butir keempat, tidak ada lokasi di luar rumah yang rusak dan dipasangi garis polisi.
Sementara itu, pernyataan Boy Rafli bahwa ada bom meledak di dalam rumah makin memperdalam kebingungan publik. Sebab, jika satu bom meledak di dalam rumah, maka rumah tersebut pasti rata dengan tanah, dan orang-orang di dalamnya hancur. Sejauh ini, rumah terduga teroris hanya terlihat bolong di atap dan terdapat beberapa bekas peluru di dinding. (rls)
TRIBUNPEKANBARU.COM- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan lima kejanggalan dalam penanganan terduga teroris di Ciputat.
Tindakan Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri (Densus 88) yang menembak mati 6 terduga teroris di lokasi pun dipertanyakan. Kontras menilai tindakan tersebut tidak wajar dan mengandung unsur-unsur pelanggaran prosedur hukum serta hak asasi manusia, termasuk hak asasi warga sekitar.
"Terdapat sejumlah keterangan dari pihak Polri yang tidak sesuai dengan gambaran di lapangan," demikian tertulis dalam pernyataan resmi Kontras yang ditandatangani Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar, Minggu (5/1/13).
Berikut lima butir temuan Kontras yang masih dipertanyakan.
Pertama, menurut informasi dari seorang warga sekitar yang tidak mau disebutkan bahwa sejak tiga bulan lalu orang-orang yang diduga intel sering berkeliaran di sekitar lokasi. Intensitas mereka meningkat sekitar satu minggu sebelum terjadi penggerebekan.
Pada malam satu hari sebelum terjadi penggerebekan, dua orang yang diduga intel juga sempat mendatangi rumah terduga teroris.
Informasi lain sebagaimana disampaikan warga lainnya bahwa pada hari Senin 30 Desember 2013 sudah ada beberapa mobil mondar-mandir di perkampungannya. Mobil diparkir di lapangan bola yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi penggerebekan.
Dari informasi tersebut, disimpulkan bahwa aparat kepolisian memungkinkan penangkapan dalam keadaan hidup karena sudah memiliki informasi yang cukup, tanpa harus jatuh korban jiwa, kerugian materiil, dan trauma masyarakat. Namun, tindakan tersebut tidak dilakukan.
Kedua, pada 31 Desember 2014, siang hari, sebelum terjadi penggerebekan, aparat kepolisian menyuruh warga menjauh dari lokasi. Sebagian warga meninggalkan lokasi untuk pergi ke rumah-rumah saudaranya, kecuali beberapa orang yang tidak bersedia menghindar lantaran menjaga keluarganya yang sedang sakit.
Pengusiran warga dari lokasi disinyalir sebagai upaya Densus 88 untuk meminimalkan korban di pihak penduduk sekitar, dan hal ini patut diduga sebagai bagian dari mobilisasi terencana untuk penindakan terhadap terduga teroris, yang kemudian berakhir dengan korban jiwa.
Ketiga, penembakan terhadap Hidayat yang diduga sebagai pimpinan teroris Ciputat. Hidayat merupakan terduga pertama yang ditembak di bagian kepala hingga tewas di Gang Hasan, sekitar 200 meter dari rumahnya.
Saat terjadi penembakan, Hidayat sedang mengendarai motor membonceng Irwan (warga) untuk membeli makanan (nasi goreng). Hidayat ditembak tanpa ada perlawanan yang membahayakan aparat.
Namun, menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar, baku tembak terjadi antara anggota Densus 88 dan Hidayat.
Anggota Densus 88 yang sudah menguntit dari belakang dan menyergapnya ditembak oleh Dayat dengan pen gun dalam jarak dekat sehingga anggota Densus tertembak di bagian kaki kiri, tepat di bawah lutut tembus ke paha kanan.
Anggota polisi yang lain sudah siap mengarahkan tembakan ke Dayat yang kemudian mengakibatkan Dayat meninggal.
Boy Rafli Amar juga memberikan keterangan yang berbeda bahwa dua orang dilumpuhkan karena berusaha melarikan diri menggunakan motor Honda Supra B 6516 PGE.
Keempat, beberapa saat setelah penembakan Hidayat, warga berkerumun di lokasi kejadian yang terletak sekitar 200 meter dari rumah yang digerebek. Saat bersamaan, tim Densus menggerebek rumah yang dihuni oleh terduga teroris lainnya.
Rumah terduga berada di depan sebuah mushala, hanya berjarak tiga meter. Di depan rumah terdapat tanah lapang ukuran tiga meter. Rumah tersebut terletak di antara rumah penduduk yang lain, hanya dipisahkan oleh gang kecil. Di belakang rumah, dan samping kiri, terdapat sedikit semak-semak, sementara sebelah kanan tanah kosong.
Dilihat dari posisi rumah, kontak tembak kemungkinan besar terjadi dalam jarak dekat, antara 5 dan 10 meter. Jika benar terjadi kontak senjata sebagaimana disampaikan oleh polisi, maka ada bangunan-bangunan di depan rumah yang terkena tembakan peluru milik terduga teroris.
Namun, sejauh ini tidak ada bekas peluru di bangunan mushala atau rumah warga yang berada di depan rumah terduga. Selain itu, hanya rumah terduga yang ditutup dengan terpal dan garis polisi,sementara lokasi sekitar mushala dan rumah warga tidak diberi garis tersebut. Warga juga dapat mondar-mandir di gang yang berjarak dua atau tiga meter dari rumah terduga.
Klaim bahwa terjadi baku tembak selama 10 jam patut dipertanyakan. Kontras menduga, rumah terduga teroris dikepung dan diberondong peluru serta bom dalam tempo yang cepat. Setelah itu, suara letusan senjata api hanya akal-akalan untuk menciptakan suasana mencekam.
Kelima, keterangan Komisioner Kompolnas Syafriadi Cut Ali yang mengatakan bahwa terduga melempar dua bom keluar, satu meledak, dan satu tidak. Ada pula keterangan Boy Rafli Amar yang mengatakan temuan enam bom rakitan di dalam rumah, dan satu ditemukan sudah meledak. Pernyataan tersebut kontradiktif.
Jika mengacu ke pernyataan Syafriadi, maka artinya ada bekas ledakan bom di luar rumah, ada bangunan yang rusak, dan tentunya ada aparat yang terkena serpihan bom.
Namun sebagaimana diuraikan pada butir keempat, tidak ada lokasi di luar rumah yang rusak dan dipasangi garis polisi.
Sementara itu, pernyataan Boy Rafli bahwa ada bom meledak di dalam rumah makin memperdalam kebingungan publik. Sebab, jika satu bom meledak di dalam rumah, maka rumah tersebut pasti rata dengan tanah, dan orang-orang di dalamnya hancur. Sejauh ini, rumah terduga teroris hanya terlihat bolong di atap dan terdapat beberapa bekas peluru di dinding. (depoknews.com)
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan lima kejanggalan dalam penanganan terduga teroris di Ciputat.
Tindakan Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri (Densus 88) yang menembak mati 6 terduga teroris di lokasi pun dipertanyakan. Kontras menilai tindakan tersebut tidak wajar dan mengandung unsur-unsur pelanggaran prosedur hukum serta hak asasi manusia, termasuk hak asasi warga sekitar.
"Terdapat sejumlah keterangan dari pihak Polri yang tidak sesuai dengan gambaran di lapangan," demikian tertulis dalam pernyataan resmi Kontras yang ditandatangani Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar, Minggu (5/1/13).
Berikut lima butir temuan Kontras yang masih dipertanyakan.
Pertama, menurut informasi dari seorang warga sekitar yang tidak mau disebutkan bahwa sejak tiga bulan lalu orang-orang yang diduga intel sering berkeliaran di sekitar lokasi. Intensitas mereka meningkat sekitar satu minggu sebelum terjadi penggerebekan.
Pada malam satu hari sebelum terjadi penggerebekan, dua orang yang diduga intel juga sempat mendatangi rumah terduga teroris.
Informasi lain sebagaimana disampaikan warga lainnya bahwa pada hari Senin 30 Desember 2013 sudah ada beberapa mobil mondar-mandir di perkampungannya. Mobil diparkir di lapangan bola yang berjarak sekitar 200 meter dari lokasi penggerebekan.
Dari informasi tersebut, disimpulkan bahwa aparat kepolisian memungkinkan penangkapan dalam keadaan hidup karena sudah memiliki informasi yang cukup, tanpa harus jatuh korban jiwa, kerugian materiil, dan trauma masyarakat. Namun, tindakan tersebut tidak dilakukan.
Kedua, pada 31 Desember 2014, siang hari, sebelum terjadi penggerebekan, aparat kepolisian menyuruh warga menjauh dari lokasi. Sebagian warga meninggalkan lokasi untuk pergi ke rumah-rumah saudaranya, kecuali beberapa orang yang tidak bersedia menghindar lantaran menjaga keluarganya yang sedang sakit.
Pengusiran warga dari lokasi disinyalir sebagai upaya Densus 88 untuk meminimalkan korban di pihak penduduk sekitar, dan hal ini patut diduga sebagai bagian dari mobilisasi terencana untuk penindakan terhadap terduga teroris, yang kemudian berakhir dengan korban jiwa.
Ketiga, penembakan terhadap Hidayat yang diduga sebagai pimpinan teroris Ciputat. Hidayat merupakan terduga pertama yang ditembak di bagian kepala hingga tewas di Gang Hasan, sekitar 200 meter dari rumahnya.
Saat terjadi penembakan, Hidayat sedang mengendarai motor membonceng Irwan (warga) untuk membeli makanan (nasi goreng). Hidayat ditembak tanpa ada perlawanan yang membahayakan aparat.
Namun, menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar, baku tembak terjadi antara anggota Densus 88 dan Hidayat.
Anggota Densus 88 yang sudah menguntit dari belakang dan menyergapnya ditembak oleh Dayat dengan pen gun dalam jarak dekat sehingga anggota Densus tertembak di bagian kaki kiri, tepat di bawah lutut tembus ke paha kanan.
Anggota polisi yang lain sudah siap mengarahkan tembakan ke Dayat yang kemudian mengakibatkan Dayat meninggal.
Boy Rafli Amar juga memberikan keterangan yang berbeda bahwa dua orang dilumpuhkan karena berusaha melarikan diri menggunakan motor Honda Supra B 6516 PGE.
Keempat, beberapa saat setelah penembakan Hidayat, warga berkerumun di lokasi kejadian yang terletak sekitar 200 meter dari rumah yang digerebek. Saat bersamaan, tim Densus menggerebek rumah yang dihuni oleh terduga teroris lainnya.
Rumah terduga berada di depan sebuah mushala, hanya berjarak tiga meter. Di depan rumah terdapat tanah lapang ukuran tiga meter. Rumah tersebut terletak di antara rumah penduduk yang lain, hanya dipisahkan oleh gang kecil. Di belakang rumah, dan samping kiri, terdapat sedikit semak-semak, sementara sebelah kanan tanah kosong.
Dilihat dari posisi rumah, kontak tembak kemungkinan besar terjadi dalam jarak dekat, antara 5 dan 10 meter. Jika benar terjadi kontak senjata sebagaimana disampaikan oleh polisi, maka ada bangunan-bangunan di depan rumah yang terkena tembakan peluru milik terduga teroris.
Namun, sejauh ini tidak ada bekas peluru di bangunan mushala atau rumah warga yang berada di depan rumah terduga. Selain itu, hanya rumah terduga yang ditutup dengan terpal dan garis polisi,sementara lokasi sekitar mushala dan rumah warga tidak diberi garis tersebut. Warga juga dapat mondar-mandir di gang yang berjarak dua atau tiga meter dari rumah terduga.
Klaim bahwa terjadi baku tembak selama 10 jam patut dipertanyakan. Kontras menduga, rumah terduga teroris dikepung dan diberondong peluru serta bom dalam tempo yang cepat. Setelah itu, suara letusan senjata api hanya akal-akalan untuk menciptakan suasana mencekam.
Kelima, keterangan Komisioner Kompolnas Syafriadi Cut Ali yang mengatakan bahwa terduga melempar dua bom keluar, satu meledak, dan satu tidak. Ada pula keterangan Boy Rafli Amar yang mengatakan temuan enam bom rakitan di dalam rumah, dan satu ditemukan sudah meledak. Pernyataan tersebut kontradiktif.
Jika mengacu ke pernyataan Syafriadi, maka artinya ada bekas ledakan bom di luar rumah, ada bangunan yang rusak, dan tentunya ada aparat yang terkena serpihan bom.
Namun sebagaimana diuraikan pada butir keempat, tidak ada lokasi di luar rumah yang rusak dan dipasangi garis polisi.
Sementara itu, pernyataan Boy Rafli bahwa ada bom meledak di dalam rumah makin memperdalam kebingungan publik. Sebab, jika satu bom meledak di dalam rumah, maka rumah tersebut pasti rata dengan tanah, dan orang-orang di dalamnya hancur. Sejauh ini, rumah terduga teroris hanya terlihat bolong di atap dan terdapat beberapa bekas peluru di dinding. (rls)
Anda sedang membaca artikel tentang
Kontras Temukan Lima Kejanggalan di Penangkapan Teroris Ciputat
Dengan url
http://pakanbarupos.blogspot.com/2014/01/kontras-temukan-lima-kejanggalan-di.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Kontras Temukan Lima Kejanggalan di Penangkapan Teroris Ciputat
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Kontras Temukan Lima Kejanggalan di Penangkapan Teroris Ciputat
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar