Tribun Pekanbaru - Sabtu, 29 Desember 2012 11:57 WIB
Ia hendak menghadiri konfrensi pers terkait peristiwa meninggalnya Ayu Tria Desianti (9) saat pelaksanaan syuting sinetron "Love in Paris', Kamis (27/12/2012) dini hari silam.
Tribun Jakarta (TRIBUNnews.com Network) melaporkan, Direktur Utama Rumah Sakit Anak Bunda (RSAB) Harapan Kita, itu kian tampak tak memiliki semangat kala harus menjawab sejumlah pertanyaan dari awak media yang hadir. Raut muka datar tanpa senyum mengiringi sejumlah keterangan yang mengalir dari bibirnya.
Ia juga terlihat tak fokus, beberapa pertanyaan ia jawab secara tidak lengkap dan terputus-putus. Duduk di satu sisi pada sebuah meja mundar yang penuh dikelilingi wartawan, Achmad tak sendirian. Ia didampingi Direktur Bina upaya Kesehatan Rujukan Kementrian Kesehatan RI, Chairul Radjab Nasution.
Tidak fokusnya Achmad dalam menjawab pertanyaan, sampai-sampai Chairul harus 'memandu' dirinya. Beberapa kali terdengar ia diminta Chairul untuk mengulang jawaban atas pertanyaan dari wartawan. Entah apa yang tengah dipikirkan Achmad yang rambutnya telah memutih ini.
Yang jelas, sejumlah pertanyaan yang diajukan memang terdengar begitu menohok dan tajam. Satu di antaranya adalah soal kemungkinan dan konsekuensi pencopotan dirinya dari jabatan Direktur Utama RSAB Harapan Kita.
"Saya siap dipindah ke mana saja. Sebab itu memang sudah tugas saya untuk dipindah-pindah," ujar Achmad yang baru dua tahun menjabat sebagai Dirut rumah sakit tersebut.
Meski begitu, Chairul sedikit memberikan 'angin' buat Achmad. Ia menjelaskan untuk sampai pada keputusan mencopotAchmad dari posisi Dirut bukan perkara mudah. Ia menyiratkan ada banyak pertimbangan yang mesti dipikirkan. Pun, Chairul enggan menjawab lebih tegas soal itu.
Tidak mudah untuk memberhentikan orang itu, saya tidak mau jawab soal itu," kata Chairul.
Soal pelaksanaan syuting sinetron di ruang intensive care unit (ICU) pada RS yang ia pimpin, Achmad mengaku dirinya salah. Pengakuan itu didasarkan atas ketidakcermatan dirinya yang mengizinkan ruang berlabel steril seperti ICU unutk keperluan yang punya banyak risiko mengontaminasi, seperti kegiatan syuting.
Achmad, secara jujur juga mengaku dirinya tidak menyangka syuting itu bakal menganggu kenyamanan keluarga pasien, terlebih pasien yang tengah dirawat. Untuk kegiatan syuting, kata Achmad, sebenarnya sudah beberapa kali RSAB Harapan Kita mengijinkan adanya proses pengambilan gambar.
Sejauh itu, lanjutnya, kegiatan tidak pernah menuai protes. Hanya saja, selama ini syuting memang tidak pernah dilakukan di ruang ICU. Syuting biasa hanya dilaksanakan di lorong atau selasar rumah sakit saja.
"Baru kali ini dilakukan di ICU," tutur Achmad.
Achmad menegaskan, pihak rumah sakit tak menerima bayaran uang dari rumah produksi pembuat sinetron tersebut. Achmad mengatakan, pihaknya hanya meminta kepada pihak production house (PH) untuk menyorot papan nama RSAB Harapan Kita dan gedung rumah sakit dari depan secara berulang pada beberapa adegan film.
"Itu dilakukan untuk promosi rumah sakit ini," kata Achmad.
Menurut Achmad, dalam proses syuting yang kemudian menuai masalah ini, pihaknya sama sekali tidak menerima uang dari rumah produksi perfilman tersebut. Achmad mengatakan, pihaknya hanya meminta kepada pihak production house (PH) untuk menyorot papan nama RSAB Harapan Kita dan gedung rumah sakit dari depan berulang kali di beberapa scene film.
Achmad menyebut dalam proses perizinan syuting tersebut, Achmad tidak pernah bertemu sutradara secara langsung. Achmad mengaku hanya menandatangani surat disposisi perizinan saja. Pertimbangan Achmad menandatangani surat izin syuting karena kegiatan itu bisa jadi sarana promosi bagi rumah sakit secara gratis. (*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Di Balik Syuting Love in Paris
Dengan url
http://pakanbarupos.blogspot.com/2012/12/di-balik-syuting-love-in-paris.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Di Balik Syuting Love in Paris
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Di Balik Syuting Love in Paris
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar