Laporan Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru, RHR Dodi Sarjana dari Jepang
SEBUAH buku tipis, namun bersampul tebal dan kaku masih dalam genggaman. Saya terhenti membacanya di halaman tiga.
Lama, mata ini tidak terlepas dari satu untaian kata-kata dalam bahasa Jepang, "Shippai wa Seikô no Moto". Shippai artinya kegagalan; seikô adalah kesuksesan; dan moto berarti dasar atau sumber.
Menurut orang Jepang, peribahasa di atas mengandung makna "Kesalahan adalah Pangkal Kesuksesan". Lalu dalam alinea berikutnya disebutkan lagi peribahasa yang senada, "Shippai wa Seikô no Haha, yang artinya Kesalahan adalah Ibu Kesuksesan".
Orang-orang Jepang, biasa mengajarkan anaknya agar ketika melakukan kesalahan atau menemukan persoalan, segera mencari sebab-musababnya, lalu memperbaiki kesalahan atau kelemahannya selama ini.
Dengan pernah mengakui kesalahan atau berani menghadapi kesulitan, kita bisa belajar mencari jalan menuju kesuksesan. Dan yang penting, upaya tersebut harus dilakukan dengan jujur.
Dalam banyak hal, jalan menuju kesuksesan adalah jalan yang penuh rintangan. Jadi jangan pernah menyesal dan berputusasa. Pernah mengalami kegagalan dan kesulitan adalah pengalaman berharga yang tidak bisa didapatkan sebelumnya. Pengalaman adalah guru terbaik dalam kehidupan.
Kondisi alam negeri Jepang yang keras, sering dilanda bencana gempa dan tsunami, sebagian daerahnya bersalju, dan wilayahnya yang bagai dikelilingi lempengan gunung berapi (ring of fire), membuat bangsa ini tangguh dan cerdas dalam menjalani kehidupan.
Kegagalan dan kesulitan-kesulitan di masa lalu, dijadikannya sebagai "guru" untuk bangkit dan berubah menjadi negara yang tangguh.
Bom atom di tahun 1945 yang meluluhlantakkan Nagasaki dan Hiroshima justru memacu mereka untuk segera berbenah. Bencana-bencana gempa yang sering mereka alami selalu menyadarkan agar selalu waspada dan berusaha. Tidak cepat puas, senantiasa melakukan inovasi.
Peristiwa tsunami hebat yang terjadi di tahun 2011, justru menjadi pemicu bagi mereka untuk menemukan kiat dan strategi baru dalam menghadapi kerasnya dunia. Bandingkan dengan kita yang hanya mengatasi banjir, pembakaran hutan, dan kabut asap saja, tidak pernah bisa tuntas. Padahal "bencana" itu rutin terjadi setiap tahun.
Sikap tak gampang menyerah, segera bangkit dari bencana dan kesusahan, rajin mencari solusi, ternyata salah satunya karena andil dari media massa. Diakui Profesor Tateo Arimoto (Direktur National Graduate Institute for Policy Studies/GRIPS, Tokyo, Jepang), peranan media sangat besar untuk perkembangan dan pertumbuhan Jepang.
Berita-berita di media yang visioner, memberikan panduan ilmu pengetahuan kepada masyarakat dalam menghadapi persoalan hidup, mampu merubah pola perilaku masyarakat.
"Ke depan saya berharap dan yakin bahwa media akan menjadi penyambung antar manusia. Menjadi perekat antar dunia," kata Tateo.
Midori Tani, Direktur di Kementerian Lingkungan, Jepang, mengakui, media di Jepang mampu mempengaruhi kebijakan publik tentang lingkungan.
Midori yang sejak kuliah aktif dalam gerakan penyelamat lingkungan, menceritakan bagaimana upaya dia dan kawan-kawannya di tahun 1970-an berperang melawan ancaman pencemaran limbah deterjen berfosfor terhadap air minum.
Bersama grup-grup konsumen, Midori melakukan gerakan dengan menulis bahaya deterjen berfosfor jika mencemari sumber air minum. Dalam tulisan itu, aku Midori, selain realita data dan fakta, juga disertai analisa dari pakar di bidangnya.
Tulisan-tulisan mengenai hal tersebut secara kontinyu dilakukannya hingga akhirnya mampu mempengaruhi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan larangan pemakaian fosfor dalam deterjen di seluruh Jepang.
Menurut Midori, media harus selalu berpikir mengenai dampak-dampak beritanya terhadap pemerintah, masyarakat, dan pengusaha. Namun kepentingan masyarakat banyak harus menjadi prioritas.
Di sisi lain, media juga sangat membutuhkan dukungan masyarakat. Respon dari masyarakat diperlukan untuk merangsang serta memupuk pertumbuhan media.
Toshio Jo (Managing Editor The Asahi Shimbun Asia and Japan Watch) mengaku medianya sangat konsen terhadap science journalism. Menurutnya, dengan pemberitaan yang bersendikan science journalism, maka akan bisa memberikan makna terhadap berita bersangkutan.
Sementara itu Jin Nishikawa dan Totshihiko Katsuka (Science Journalist Asahi Shimbun Ajw) mengakui untuk menghasilkan berita-berita dengan sentuhan science journalism memang cukup berat.
"Walau dikejar dalam kesempitan waktu, berita harus tetap akurat dan benar. Selain itu, tetap harus pula menghadirkan narasumber pembanding. Dan jika ada kesulitan dalam masyarakat, diharap media mampu menawarkan solusinya," kata Jin.
Memang, kehadiran setiap berita di tengah-tengah masyarakat, sudah selayaknya mampu memberikan makna dan manfaat bagi masyarakat pembacanya.
Masyarakat yang sudah terbebani dengan persoalan-persoalan hidupnya, sudah selayaknya mendapatkan pencerahan dan tuntunan (guiding) lewat berita-berita yang tersaji di media.
Sebagai pengelola media, kami dengan senang hati dan lapang dada menerima saran dari pembaca untuk perbaikan pemberitaan ke depan. Kami ingin, media ini, memberikan kontribusi positif bagi perkembangan lingkungan kita di masa kini dan masa depan.
Kami ingin hadir sebagai media yang mampu memberikan motivasi bagi siapa pun juga untuk hidup lebih baik. Salam sukses buat kita semua. ****
Anda sedang membaca artikel tentang
Kesalahan Adalah Ibu Kesuksesan
Dengan url
http://pakanbarupos.blogspot.com/2013/11/kesalahan-adalah-ibu-kesuksesan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Kesalahan Adalah Ibu Kesuksesan
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Kesalahan Adalah Ibu Kesuksesan
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar