TRIBUNPEKANBARU.COM, JAKARTA - Nasionalisme calon presiden bisa dilihat dari keselarasan antara ucapan dan tindakan. Pemimpin yang tidak sesuai antara apa yang diucapkan dengan tindakannya bukan lah pemimpin yang memiliki nasionalisme.
Pakar Komunikasi Politik UPH, Emrus Sihombing, mengingatkan platform nasionalis pada suatu partai atau pemimpin tidak bisa dijadikan pegangan mereka benar-benar nasionalis.
"Jangan kita terjebak partai naisonalis karena belum tentu nasionalis. Ucapan dan tindakan harus sama. Ada yang mengatakan akan menjadi gubernur selama lima tahun tapi tidak menyelesaikan. Kemudian meninggalkan tugas sebagai gubernur. Apakah itu sesuai? Calon presiden punya kemampuan harus kita akui. Tapi kelemahannya harus kita bongkar," ujar Emrus dalam diskusi akhir pekan bertajuk 'menakar nasionalisme Capres 2014', di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (5/4/2014).
Emrus juga mengkritisi partai yang mengaku nasionalis namun memelihara sistem dinasti di tubuh partai. Padahal, kata Emrus, ukuran nasionalisme juga bisa dilihat dari perlakuan terhadap suku, agama, rasa, dan antargolongan.
Lebih lanjut, Emrus menegaskan janji-janji politik harus terukur. Tidak bisa hanya dalam tataran tagline semisal membuat tagline Indonesia Hebat. Menurut dia, tidak ada ukuran sama sekali apa itu Indonesia Hebat sehingga jika pun nanti partai tersebut menang dan memerintah, tidak ada tolak ukur keberhasilan Indonesia Hebat itu.
"Ini jebakan politisi, tidak terukur. Hebat itu apa? masih konseptual, belum operasional. Janji-janji politik harus terukur," kata dia.(*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Tidak Menyelesaikan Masa Jabatan Apakah Bisa Disebut Nasionalis?
Dengan url
http://pakanbarupos.blogspot.com/2014/04/tidak-menyelesaikan-masa-jabatan-apakah.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Tidak Menyelesaikan Masa Jabatan Apakah Bisa Disebut Nasionalis?
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Tidak Menyelesaikan Masa Jabatan Apakah Bisa Disebut Nasionalis?
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar