TRIBUNPEKANBARU.COM, SYDNEY- Pemerintahan baru Indonesia di bawah Jokowi - JK, akan langsung dihadapkan dengan tantangan persoalan yang tersisa dari Aceh, Poso, dan Papua. Formula penyelesaian konflik yang diterapkan Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla sebelumnya, mungkin bisa dicoba namun permasalahannya akan jauh lebih kompleks terutama di Papua.
Demikian benang merah dari Kuliah Umum Mengenang Herb Feith di Universitas Monash, Melbourne, Australia, Rabu (20/8/2014) malam. Kuliah disampaikan pakar Indonesia Sidney Jones dan membahas mengenai "Apa yang Bisa Dipelajari dari Konflik di Indonesia, dengan Kasus Aceh, Poso, dan Papua".
Dikatakan, kepiawaian Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla dalam menangani konflik di Aceh di tahun 2004 serta konflik-konflik lainnya di Maluku dan Poso bisa menjadi modal penting bagi pemerintahan Jokowi-JK dalam menangani isu Papua.
"Kalla bisa saja menerapkan formula Aceh di Papua," kata Sidney Jones, "Namun perlu diingat konflik Papua jauh lebih kompleks."
Dikatakan, perjanjian perdamaian yang mengakhiri konflik bersenjata di Aceh, hingga kini masih menyisakan persoalan. Para mantan kombatan Aceh yang kini mendominasi politik lokal di daerah itu, terbukti menjadi pemimpin politik yang tidak selalu bisa diterima semua kalangan.
Di sisi lain, perjanjian perdamaian di Poso yang mengakhiri perseteruan Muslim dan Kristen di wilayah itu, menyisakan jaringan ekstrimis yang hingga kini masih beroperasi.
Mengenai masalah Papua, Sidney Jones mengungkapkan bahwa kebijakan baru Pemerintahan SBY yang disusun untuk Papua telah gagal karena terlalu fokus pada pembangunan ekonomi semata, sementara upaya-upaya dialog dengan Jakarta tidak mengalami kemajuan berarti.
Menurut Sidney Jones, formula Aceh yang mengandaikan terjadinya gencatan senjata dengan kelompok bersenjata, lalu memberi konsesi kepada mantan kombatan, dan menarik pasukan operasi TNI dari lokasi, mungkin bisa dicoba di Papua.
"Namun masalahnya, GAM (Gerakan Aceh Merdeka) itu berbeda dengan OPM (Organisasi Papua Merdeka). Kepemimpinan GAM solid sementara OPM itu lebih terfragmentasi," jelasnya.
Dijelaskan, dimensi konflik di Papua sangat beragam, meliputi kelompok yang ingin merdeka dengan yang menghendaki otonomi; antara penduduk asli dengan pendatang; konflik antarsuku; sengketa perebutan lahan dan sumberdaya alam; konflik-konflik horisontal terkait pilkada.
Sidney Jones menyarakan Pemerintahan Jokowi-JK untuk lebih fokus mendorong terjadinya dialog yang diprakarsai oleh masyarakat sendiri. Selain itu, diperlukan pula kebijakan yang menyeimbangkan tuntutan otonomi dengan kalangan nasionalis di dalam tubuh partai pendukung Jokowi-JK sendiri.
"Juga diperlukan adanya reformasi di tubuh kepolisian terutama yang bertugas di Papua, serta peningkatan layanan sosial dan infrastruktur," paparnya.
Kuliah umum mengenang Herb Feith ini diikuti ratusan peserta dari kalangan mahasiswa, pakar Indonesia dan warga Australia lainnya. Herb Feith adalah salah satu perintis studi mengenai Indonesia, dan besar jasanya dalam meningkatkan hubungan people to people antara Australia dan Indonesia. (australiaplus)
Pemerintahan baru Indonesia di bawah Jokowi - JK, akan langsung dihadapkan dengan tantangan persoalan yang tersisa dari Aceh, Poso, dan Papua. Formula penyelesaian konflik yang diterapkan Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla sebelumnya, mungkin bisa dicoba namun permasalahannya akan jauh lebih kompleks terutama di Papua.
Demikian benang merah dari Kuliah Umum Mengenang Herb Feith di Universitas Monash, Melbourne, Australia, Rabu (20/8/2014) malam. Kuliah disampaikan pakar Indonesia Sidney Jones dan membahas mengenai "Apa yang Bisa Dipelajari dari Konflik di Indonesia, dengan Kasus Aceh, Poso, dan Papua".
Dikatakan, kepiawaian Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla dalam menangani konflik di Aceh di tahun 2004 serta konflik-konflik lainnya di Maluku dan Poso bisa menjadi modal penting bagi pemerintahan Jokowi-JK dalam menangani isu Papua.
"Kalla bisa saja menerapkan formula Aceh di Papua," kata Sidney Jones, "Namun perlu diingat konflik Papua jauh lebih kompleks."
Dikatakan, perjanjian perdamaian yang mengakhiri konflik bersenjata di Aceh, hingga kini masih menyisakan persoalan. Para mantan kombatan Aceh yang kini mendominasi politik lokal di daerah itu, terbukti menjadi pemimpin politik yang tidak selalu bisa diterima semua kalangan.
Di sisi lain, perjanjian perdamaian di Poso yang mengakhiri perseteruan Muslim dan Kristen di wilayah itu, menyisakan jaringan ekstrimis yang hingga kini masih beroperasi.
Mengenai masalah Papua, Sidney Jones mengungkapkan bahwa kebijakan baru Pemerintahan SBY yang disusun untuk Papua telah gagal karena terlalu fokus pada pembangunan ekonomi semata, sementara upaya-upaya dialog dengan Jakarta tidak mengalami kemajuan berarti.
Menurut Sidney Jones, formula Aceh yang mengandaikan terjadinya gencatan senjata dengan kelompok bersenjata, lalu memberi konsesi kepada mantan kombatan, dan menarik pasukan operasi TNI dari lokasi, mungkin bisa dicoba di Papua.
"Namun masalahnya, GAM (Gerakan Aceh Merdeka) itu berbeda dengan OPM (Organisasi Papua Merdeka). Kepemimpinan GAM solid sementara OPM itu lebih terfragmentasi," jelasnya.
Dijelaskan, dimensi konflik di Papua sangat beragam, meliputi kelompok yang ingin merdeka dengan yang menghendaki otonomi; antara penduduk asli dengan pendatang; konflik antarsuku; sengketa perebutan lahan dan sumberdaya alam; konflik-konflik horisontal terkait pilkada.
Sidney Jones menyarakan Pemerintahan Jokowi-JK untuk lebih fokus mendorong terjadinya dialog yang diprakarsai oleh masyarakat sendiri. Selain itu, diperlukan pula kebijakan yang menyeimbangkan tuntutan otonomi dengan kalangan nasionalis di dalam tubuh partai pendukung Jokowi-JK sendiri.
"Juga diperlukan adanya reformasi di tubuh kepolisian terutama yang bertugas di Papua, serta peningkatan layanan sosial dan infrastruktur," paparnya.
Kuliah umum mengenang Herb Feith ini diikuti ratusan peserta dari kalangan mahasiswa, pakar Indonesia dan warga Australia lainnya. Herb Feith adalah salah satu perintis studi mengenai Indonesia, dan besar jasanya dalam meningkatkan hubungan people to people antara Australia dan Indonesia.
Berita Lainnya